Langsung ke konten utama

SEJARAH PERGERAKAN MAHASISWA DAN PERAN KEPEMUDAAN

 

SEJARAH PERGERAKAN MAHASISWA DAN PERAN KEPEMUDAAN

Oleh : M. Zayyan Al-Wafi Lubis

“Suara suara itu tak bisa di penjarakan, dissana bersemayam kemerdekaan. Apabila engkau memaksa diam, aku siapkan untukmu pemberontakan”

Kaliurang Yogyakarta (1959-Bung Karno)

 

Mahasiswa merupakan salah satu elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa ini. Hal ini tentu saja sangat beralasan mengingat bagaimana pentingnya peran mahasiswa yang selalu menjadi aktor perubahan dalam setiap momen - momen bersejarah di Indonesia. Sejarah telah banyak mencatat, dari mulai munculnya Kebangkitan Nasional hingga Tragedi 1998, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan. Beberapa tahun belakangan ini telah banyak tercatat bahwa sudah beberapa kali mahasiswa menancapkan taji intelektualitasnya secara aplikatif dalam memajukan peradaban bangsa ini dari masa penjajahan Belanda, Masa Penjajahan Jepang, Masa Pemberontakan PKI, Masa Orde Lama, Hingga Masa orde baru, peran mahasiswa tidak pernah absen dalam catatan peristiwa penting tersebut.

Dalam Sejarah peradaban bangsa Indonesia, ada beberapa catatan peristiwa yang layak kita pandang sebagai awal mula pergerakan mahasiswa di tanah air. Pergerakan tersebut bermula pada tahun 1908. Pada masa itu,mahasiswa - mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA mendirikan sebuah wadah pergerakan pertama di Indonesia yang bernama Boedi Oetomo, dimana organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Wadah ini merupakan bentuk sikap kritis mahasiswa tersebut terhadap sistem kolonialisme Belanda yang menurut mereka sudah selayaknya dilawan dan rakyat harus dibebaskan dari bentuk penguasaan terhadap sumber daya alam yang dilakukan oleh penjajah terhadap bangsa ini, walaupun terkesan gerakan yang mereka lakukan masih menunjukkan sifat primordialisme Jawa.

Organisasi ini berdiri berawal dari kegiatan akademis berupa diskusi rutin di perpustakaan STOVIA yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Indonesia yang belajar di STOVIA antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Melalui diskusi itulah mahasiswa - mahasiswa tersebut mulai memikirkan nasib masyarakat Indonesia yang makin memprihatinkan ditengah kondisi penjajahan dan selalu dianggap bodoh oleh Belanda.

Selain itu, pada tahun 1908 ini juga, mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi di Belanda yaitu Drs. Mhd. Hatta mendirikan organisasi Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging pada tahun 1922. Organisasi ini awalnya merupakan suatu wadah kelompok diskusi mahasiswa yang kemudian orientasi pergerakannya lebih jelas dalam hal politik. Misi nasionalisme yang ditunjukkan organisasi ini lebih jelas dipertajam dengan bergantinya nama organisasi ini menjadi Perhimpunan Indonesia..

. Yang perlu kita catat dalam sejarah kemahasiswaan periode ini adalah ketika insiatif beberapa mahasiswa pada tahun 1908 tersebut telah memunculkan sebuah momentum bersejarah yang diperingati setiap tahun sebagai hari kebangkitan nasional yang jatuh pada saat Boedi Oetomo didirikan. Momentum inilah yang telah menjadi batu loncatan awal bagi setiap pergerakan bangsa di tahun - tahun berikutnya.

Sejarah berlanjut pada periode berikutnya di tahun 1928. Pada awalnya, mahasiswa di Surabaya yang bernama Soetomo pada tanggal 19 oktober 1924 mendirikan Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club). Di tempat yang berbeda, oleh Soekarno dan kawan - kawannya dari Sekoleah Tinggi Teknik (ITB) di Bandung beriniisiatif untuk mendirikan Kelompok Studi Umum (Algemeene Studi Club) pada tanggal 11 Juli 1925. Pembentukan kedua kelompok diskusi ini merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap perkembangan pergerakan politik mahasiswa yang semakin tumpul pada masa itu.

Kemudian pada tahun 1926, terbentuklah organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang merupakan organisasi yang berusaha untuk menghimpun seluruh mahasiswa di Indonesia dan lebih menyuarakan yang namanya wawasan kebangsaan dalam diri mahasiswa. Hal tersebut lah yang kemudian mereka realisasikan dengan menyelenggarakan sebuah kongres paling bersejarah dalam dunia kepemudaan mahasiswa di tanah air. Yaitu Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928 yang kemudian menghasilkan sumpah pemuda yang sangat bersejarah tersebut.

Pada tahun 1945 ini merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia, peran pemuda mahasiswa juga tidak lepas dan terlihat sangat vital dalam mewujudkan suatu misi besar bangsa Indonesia pada saat itu yaitu melepaskan diri dari belenggu pejajahan atau merebut kemerdekaan. Kondisi pergerakan mahasiswa pada saat itu tidak semudah pada periode - perode sebelumnya. Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik, dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan. Dan secara praktis, akhirnya mahasiswa - mahasiswa pada saat itu mulai menurunkan intensitas pergerakannya dan lebih mengerucutkannya dalam bentuk kelompok diskusi.

Yang berbeda pada masa tersebut adalah, mahasiswa - mahasiswa pada waktu itu lebih memilih untuk menjadikan asrama mereka sebagai markas pergerakan. Dimana terdapat 3 asrama yang terkenal dalam mencetak tokoh - tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah, yaitu asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Melalui diskusi di asrama inilah kemudian lahir tokoh - tokoh yang nantinya bakal menjadi motor penggerak penting munculnya kemerdekaan bangsa Indonesia. Tokoh - tokoh tersebut secara radikal dan melalui pergerakan bawah tanah melakukan desakan kepada Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan setelah melalui radio mereka mendengar bahwa telah terjadi insiden bom atom di Jepang, dan mereka berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa - mahasiswa yang terdiri dari Soekarni dan Chairul Saleh inilah yang akhirnya terpaksa menculik tokoh proklamator tersebut sampai ke Rengasdengklok agar lebih memberikan tekanan kepada mereka untuk lebih cepat dalam memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa inilah yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Pada masa setelah kemerdekaan, mulai bermunculan secara bersamaan organisasi - organisasi mahasiswa di berbagai kampus. Berawal dari munculnya organisasi mahasiswa yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa di Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta, yang dimotori oleh Lafran Pane dengan mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah pergerakan mahasiswa yang dilatarbelakangi oleh 4 faktor utama yang meliputi Situasi Dunia Internasional, Situasi NKRI, Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia, Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan.

Selain itu pada tahun yang sama, dibentuk pulalah Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang didirikan melalui kongres mahasiswa di Malang. Lalu pada waktu yang berikutnya didirikan juga organisasi - organisasi mahasiswa yang lain seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berhaluan pada ideologi Marhaenisme Soekarno, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GAMSOS) yang lebih cenderung ke ideologi Sosialisme Marxist, dan Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang lebih berpandangan komunisme sehingga cenderung lebih dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia).Sebagai imbas daripada kemenangan PKI pada pemilu tahun 1955, organisasi CGMI cenderung lebih menonjol dibandingkan dengan organisasi - organisasi mahasiswa lainnya.

Namun justru hal inilah yang menjadi cikal bakal perpecahan pergerakan mahasiswa pada saat itu yang disebabkan karena adanya kecenderungan CGMI terhadap PKI yang tentu saja dipenuhi oleh kepentingan - kepentingan politik PKI. Secara frontal CGMI menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi - organisasi mahasiswa lainnya terutama dengan organisasi HMI yang lebih berazazkan Islam. Berbagai bentuk propaganda politik pencitraan negatif terus dibombardir oleh CGMI dan PKI kepada HMI, beberapa bentuk propaganda yang mereka wujudkan yaitu salah satunya melalui artikel surat kabar yang berjudul Quo Vadis HMI. Perseturuan antara CGMI dan HMI semakin memanas ketika CGMI berhasil merebut beberapa jabatan di organisasi PPMI dan juga GMNI, terlebih setelah diadakannya kongres mahasiswa V tahun 1961.

Atas beberapa serangan yang terus menerus dilakukan oleh pihak PKI dan CGMI terhadap beberapa organisasi mahasiswa yang secara ideologi bertentangan dengan mereka, akhirnya beberapa organisasi mahasiswa yang terdiri dari HMI, GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), PMKRI, PMII, Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI), mereka sepakat untuk membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dimana tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

Berawal dari semangat kolektifitas mahasiswa secara nasional inilah perjuangan mahasiswa yang dikenal sebagai gerakan angkatan '66 inilah yang kemudian mulai melakukan penentangan terhadap PKI dan ideologi komunisnya yang mereka anggap sebagai bahaya laten negara dan harus segera dibasmi dari bumi nusantara. Namun sayangnya, di tengah semangat idealisme mahasiswa pada saat itu ada saja godaan datang kepada mereka yang pada akhirnya melunturkan idealisme perjuangan mereka, dimana setelah masa orde lama berakhir, mereka yang dulunya berjuang untuk menruntuhkan PKI mendapatkan hadiah oleh pemerintah yang sedang berkuasa dengan disediakan kursi MPR dan DPR serta diangkat menjadi pejabat pemerintahan oleh penguasa orde baru.

Namun di tengah gelombang peruntuhan idealime mahasiswa tersebut, ternyata ada sesosok mahasiswa yang sangat dikenal idealimenya hingga saat ini dan sampai sekarang tetap menjadi panutan para aktivis - aktivis mahasiswa di Indonesia, yaitu Soe Hok Gie. Ada seuntai kalimat inspiratif yang dituturkan oleh Soe Hok Gie yang sampai sekarang menjadi inspirasi perjuangan mahasiswa di Indonesia, secara lantang ia mengatakan kepada kawan - kawan seperjuangannya yang telah berbelok idealimenya dengan kalimat "lebih baik terasingkan daripada hidup dalam kemunafikan".

Tahun 1974, pada masa ini sangat berbeda sekali dengan periode sebelumnya di tahun 1966, dimana pada masa pergerakan mahasiswa tahun 1966 mahasiswa melakukan afiliasi dengan pihak militer dalam menumpas PKI. Pada periode 1974 ini, mahasiswa justru berkonfrontasi dengan pihak militer yang mereka anggap telah menjadi alat penindas bagi rakyat. Gelombang perlawanan bermula sejak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dianggap meneyengsarakan rakyat. Selain itu, isu pemberantasan korupsi juga dengan lantang digalakkan oleh mahasiswa yang mendesak agar pemerintah lebih tegas dalam menjerat koruptor yang terdiri dari pejabat - pejabat pemerintahan saat itu.

Melalui pergerakan inilah muncul suatu gerakan yang disebut "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori oleh Arif Budiman dan Hariman Siregar yang menyuarakan isu korupsi dan kenaikan BBM. Menyusul pergerakan mahasiswa yang terus meluas, secara inisisatif mahasiswa membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo.
Namun ketika kebusukan - kebusukan rezim pemerintahan orde baru terus mencuat di permukaan, dengan serta merta pemerintah melakukan berbagai rekayasa politik guna meredam protes massa dan mempertahankan status quo, terlebih menjelang pemilu tahun 1971.

Namun hal tersebut tidak juga berhasil dalam meredam gelombang protes mahasiswa, secara bersama - sama, masyarakat dan mahasiswa terus melancarkan sikap ketidakpercayan mereka terhadap 9 partai politik dan Golongan Karya yang selama ini menjadi wadah aspirasi politik mereka dengan munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971. Dimana gerakan ini dimotori oleh Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan, dan Arif Budiman. Selain itu mahasiswa juga melancarkan kritik kepada pemerintah yang telah melakukan pemborosan anggaran negara dengan melakukan beberapa proyek eksklusif yang dinilai tidak perlu untuk pembangunan. Salah satunya adalah dengan mendirikan Taman Mini Indonesia Indah, yang sebenarnya proyek - proyek tersebut dijadikan alasan bagi Indonesia untuk terus - menerus menyerap hutang terhadap pihak luar negeri.

Gelombang Protes semakin meledak ketika harga barang kebutuhan semakin melambung dan budaya korupsi di kalangan pejabat pemerintah semakin menular, gelombang protes inilah yang memunculkan suatu gerakan yang dikenal dengan nama peristiwa Malari pada tahun 1974 yang dimotori oleh Hariman Siregar. Melalui gerakan tersebut lahirlah Tritura Baru selain daripada 2 tuntutan yaitu Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga.

 

Dan ada tahun 1998 dimulai ketika pada saat 20 mahasiswa UI yang mendatangi gedung MPR/DPR RI denga tegas menolak pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan melalui sidang umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional kepada MPR. Seruan “Turunkan Suharto!” pertama kali terdengar pada 1977. Saat itu, aksi mahasiswa tidak lagi berporos di Jakarta, namun meluas hingga kampus-kampus di Bandung dan Surabaya. Berbagai aksi ini selalu berhasil digagalkan hingga 1998. Gerakan mahasiswa pada 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Lewat pendudukan gedung DPR/MPR, ribuan mahasiswa memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Dari Jakarta, unjuk rasa juga meluas di berbagai daerah, dan tak jarang diwarnai bentrokan. Di Yogyakarta misalnya, bentrokan mahasiswa dan apparat terjadi di Gejayan pada 8 Mei 1998. Seorang mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD) bernama Moses Gatutkaca meninggal dunia dalam peristiwa itu.

 

Kondisi Indonesia semakin tegang sejak harga BBM melonjak naik hingga 71% yang ditandai dengan beberapa kerusuhan yang terjadi di Medan yang setidaknya telah memakan 6 korban jiwa. Kegaduhan berlanjut pada tanggal 7 Mei dan 8 Mei. Yaitu peristiwa cimanggis,dimana pada saat itu telah terjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata, Kemudian peristiwa Gejayan di Yogyakarta yang telah merenggut nyawa 1 orang mahasiswa.

 

Hal tersebut tentu saja makin membuat panas situasi antara mahasiswa dan pemerintah, terutama terhadap militer yang mereka anggap telah berbuat semena-mena terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa pun akhirnya semakin merebak dan meluas. Di Jakarta sendiri, ribuan mahasiswa telah berhasil menduduki gedung MPR/DPR RI pada tanggal 19 Mei 1998. Atas berbagai tekanan yang terjadi itulah akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00, presiden RI pada saat itu, yaitu Soeharto resmi mengundurkan diri, dan kemudian menyerahkan jabatannya ke wakil presidennya yaitu Prof.BJ Habibie.

 

Namun hal tersebut tidak serta merta membuat masyarakat puas, karena mereka masih menganggap bahwa Habibie merupakan antek orde baru. Peristiwa terus berlanjut hingga menjelang akhir tahun, yaitu ketika sidang istimewa MPR digelar pada bulan November. Mahasiswa terus melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Habibie yang masih mereka anggap sebagai regenerasi Orde Baru, dan menyatakan sikap ketidakpercayaan terhadap anggota MPR/DPR RI yang masih berbau orde baru. Selain itu mereka juga mendesak agar militer dibersihkan dari kegiatan politik dan menentang dwifungsi ABRI.

 

Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.

 

Aksi perlawanan terus bergejolak dan ketika itulah tragedi ini bermula. Yaitu ketika beberapa aksi mahasiswa tersebut dihadang oleh pihak militer yang bersenjata api lengkap dengan kendaraan lapis baja mereka. Usaha militer untuk membubarkan mahasiswa telah mengakibatkan bentrok yang cukup hebat, usaha tersebut diwarnai dengan beberapa tembakan senjata yang dilakukan oleh aparat terhadap mahasiswa secara membabi buta guna membubarkan massa. Alhasil, Tindakan membabi buta yang dilakukan pihak militer pada saat itu telah menyebabkan 17 orang meninggal dunia, dan ratuan lainnya luka berat. Korban meninggal dan luka-luka tidak hanya memakan nyawa mahasiswa saja, mulai dari tim relawan kemanusiaan, wartawan, dan masyarakat juga ikut menjadi korban, termasuk anak kecil yang masih berusia 6 tahun tewas tertembak peluru nyasar.

 

Peristiwa reformasi inilah yang kemudian menjadi catatan kelam negeri ini, yang telah menumpahkan darah mereka-mereka yang ingin berjuang untuk negeri. Yang juga menjadi titik pencerahan baru bagi perubahan Indonesia di masa selanjutnya. Dimana kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kebebasan pers yang sebelumnya tidak dijumpai pada masa orde baru kembali diperoleh oleh masyarakat di negeri ini. Namun, ada 1 agenda reformasi yang sampai sekarang belum bisa terwujudkan yaitu pemberantasan korupsi yang hingga kini masih menjadi wabah berbahaya bagi stabilitas negara.

 

Mahasiswa Sebagai Penancap Tombak Peradaban bangsa ini semakin mengalami perubahan adalah tak lain karena ada peran pemuda mahasiswa di dalamnya. Catatan sejarah tersebut setidaknya telah menjadi bukti bahwa mahasiswa selalu menempatkan diri dalam setiap perubahan historik dan patriotik di negeri ini. Mengapa Harus Mahasiswa???
Berdasarkan karakterisitik alamiahnya, pemuda mahasiswa memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan elemen - elemen masyarakat lainnya.

 

Sebagai seorang yang memiliki jiwa muda, mahasiswa merupakan sesosok figur yang bisa dikatakan memiliki karakter yang masih memiliki idealisme yang tinggi dalam berjuang, mereka tidak segan - segan untuk menyuarakan kekesalan dan kritik mereka terhadap siapapun yang mereka anggap menyimpang dari kondisi ideal. Mahasiswa merupakan sosok insan akademis yang sedang menjalankan aktifitas pendidikan yang terbilang tinggi sehingga mereka beranggapan bahwa ilmu yang mereka dapatkan merupakan sebuah senjata pamungkas untuk mengabdikan diri ke masyarakat.

 

Mahasiswa juga dikenal kreatif dalam membangun ilmu yang didapatkannya serta mengaplikasikannya ke masyarakat karena secara biologis pemuda masih memiliki kondisi yang fresh untuk berpikir dan bertindak secara fisik. Mahasiswa sebagai pemuda juga memiliki keingintahuan dan sikap kritis yang tinggi terhadap kondisi di sekitarnya, dan dengan modal intelektualitas yang ia punya ia senantiasa mampu untuk memperjuangkan kondisi sosial yang dilihatnya agar menjadi lebih ideal dan dinamis.

 

Mungkin hal - hal inilah yang menjadi faktor utama mengapa pemuda mahasiswa yang selalu menjadi aktor peradaban dan tulang punggung perjuangan bangsa dalam membangun peradabanya, bahkan seorang Soekarno juga mengakui kemampuan yang dimiliki pemuda mahasiswa tersebut melalui statementnya "berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia". Dan memang begitu lah kenyataannya dan fakta yang tidak bisa ditolak oleh siapapun perihal tinta emas yang telah digoreskan oleh pemuda mahasiswa dimanapun dia berada.

 

Mungkin sejarah gerakan mahasiswa ini layaknyalah kita jadikan sebagai bahan refleksi kita semua khususnya yang sekarang menjadi seorang mahasiswa bahwa inilah sebenarnya peran dan tanggung jawab kita sebagai pemuda mahasiswa yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu kita yang sudah terlebih dahulu menancapkan tombak perubahannya di negeri ini. Lantas kita yang seharusnya melanjutkan perjuangan mereka harus bagaimana???

 

Apakah sejarah ini layak kita sia-siakan dengan keapatisan kita selama ini??
Sudah saatnya pemuda mahasiswa saat ini mulai bangun dari tidur panjangnya, mana semangat pemuda mahasiswa tahun 1908, 1928, 1945, 1966, sampai 1998 yang sempat mengguncang Indonesia tersebut???
mari kita renungkan sama-sama dan kita ciptakan sejarah kita yang nantinya bakal menjadi tinta emas peradaban bangsa kita yang semakin terpuruk ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teropong Kader HMI: Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Teropong Kader HMI: Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Oleh : Ajeng Febrian Surbakti      Sebagai mahasiswa itu sendiri, kampus adalah rumah kedua kita, tempat kita menimba ilmu dan membentuk mimpi-mimpi yang lama kita bangun. Namun, bayang-bayang kekerasan seksual yang mencuat di UINSU baru-baru ini merobek rasa aman yang seharusnya kita rasakan. Sebagai kader (Himpunan Mahasiswa Islam) HMI, sepatutnya kita tidak bisa tinggal diam. Dalam tulisan ini saya, Ajeng Febrian Surbakti ingin mengulas sedikit lewat teropong kader HMI. Perlu diketahui benang kusut permasalahan ini merupakan tanggung jawab moral kita bersama, bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari gerakan mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.      Dari sudut pandang mahasiswa, salah satu akar masalah yang paling terasa adalah kurangnya ruang aman dan mekanisme pelaporan yang efektif. D...

HMI ANTARA KEKUASAAN INTELEKTUAL ATAU DEGRADASI INTEGRITAS

HMI ANTARA KEKUASAAN INTELEKTUAL ATAU DEGRADASI INTEGRITAS Oleh: Rizky Nanda Pratama Sebelum kita melangkah lebih jauh dalam pembahasan ini, ada baiknya kita menilik kembali sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Apa sebenarnya HMI? Mengapa organisasi ini didirikan, dan apa alasan keberadaannya masih dipertahankan hingga kini? Memahami sejarah dan tujuan HMI sangat penting agar setiap kader dapat menyerap pesan yang terkandung di dalamnya. Tanpa pemahaman yang utuh, ada risiko bahwa kader tidak akan terlibat aktif dalam perjuangan untuk mewujudkan misi HMI. Dampaknya bisa beragam: misi yang berbunyi “terbinanya insan akademik, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala” dapat dianggap sebagai sekadar susunan kata tanpa makna, bahkan dapat dianggap sepele sehingga tidak layak untuk diperjuangkan. Oleh karena itu, memahami HMI secara menyeluruh, termasuk motivasi di balik pendirian...
  Curhatan Mahasiswa Tentang Kuliah Daring Selama Pandemi Oleh : Desi Rambe      Banyak sekali suka duka yang dialami mahasiswa pada saat ini dalam kegiatan kuliah daring selama pandemi. Kuliah daring tentunya berdampak secara langsung civitas akademika kampus, baik itu tenaga pendidik, tenaga kepegawaian, hingga mahasiswa. Mahasiswa merasakan campur aduk antara senang dan sedih dengan keputusan kuliah daring sampai saat ini. Mahasiswa mengaku sedih karena banyaknya kendala dan perkuliahan yang tidak semaksimal kuliah tatap muka, mulai dari kendala jaringan dan lain sebagainya. Dan senangnya kuliah daring karena tidak dipaksakan masuk ke kampus saat kondisi belum membaik sepenuhnya.      Mahasiswa stambuk 2020 yang tidak pernah sama sekali merasakan kegiatan perkuliahan secara tatap muka langsung dengan dosen masih berharap agar bisa dilakukan kegiatan perkuliahan ini secara offline . Banyak haluan yang timbul di benak mahasiswa sewaktu menjadi mahasis...