SEJARAH PERGERAKAN MAHASISWA
DAN PERAN KEPEMUDAAN
Oleh : M. Zayyan Al-Wafi Lubis
“Suara suara itu tak bisa di penjarakan, dissana bersemayam
kemerdekaan. Apabila engkau memaksa diam, aku siapkan untukmu pemberontakan”
Kaliurang Yogyakarta (1959-Bung Karno)
Mahasiswa merupakan salah satu
elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa ini. Hal ini
tentu saja sangat beralasan mengingat bagaimana pentingnya peran mahasiswa yang
selalu menjadi aktor perubahan dalam setiap momen - momen bersejarah di
Indonesia. Sejarah telah banyak mencatat, dari mulai munculnya Kebangkitan
Nasional hingga Tragedi 1998, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan. Beberapa
tahun belakangan ini telah banyak tercatat bahwa sudah beberapa kali mahasiswa
menancapkan taji intelektualitasnya secara aplikatif dalam memajukan peradaban
bangsa ini dari masa penjajahan Belanda, Masa Penjajahan Jepang, Masa
Pemberontakan PKI, Masa Orde Lama, Hingga Masa orde baru, peran mahasiswa tidak
pernah absen dalam catatan peristiwa penting tersebut.
Dalam Sejarah peradaban bangsa Indonesia, ada beberapa catatan
peristiwa yang layak kita pandang sebagai awal mula pergerakan mahasiswa di
tanah air. Pergerakan tersebut bermula pada tahun 1908. Pada masa itu,mahasiswa
- mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA mendirikan sebuah wadah pergerakan
pertama di Indonesia yang bernama Boedi Oetomo, dimana organisasi ini didirikan
di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Wadah ini merupakan bentuk sikap kritis
mahasiswa tersebut terhadap sistem kolonialisme Belanda yang menurut mereka sudah
selayaknya dilawan dan rakyat harus dibebaskan dari bentuk penguasaan terhadap
sumber daya alam yang dilakukan oleh penjajah terhadap bangsa ini, walaupun
terkesan gerakan yang mereka lakukan masih menunjukkan sifat primordialisme
Jawa.
Organisasi ini berdiri
berawal dari kegiatan akademis berupa diskusi rutin di perpustakaan STOVIA yang
dilakukan oleh beberapa mahasiswa Indonesia yang belajar di STOVIA antara lain
Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Melalui
diskusi itulah mahasiswa - mahasiswa tersebut mulai memikirkan nasib masyarakat
Indonesia yang makin memprihatinkan ditengah kondisi penjajahan dan selalu
dianggap bodoh oleh Belanda.
Selain itu, pada tahun 1908
ini juga, mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi di
Belanda yaitu Drs. Mhd. Hatta mendirikan organisasi Indische Vereeninging yang
kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging pada tahun 1922.
Organisasi ini awalnya merupakan suatu wadah kelompok diskusi mahasiswa yang kemudian
orientasi pergerakannya lebih jelas dalam hal politik. Misi nasionalisme yang
ditunjukkan organisasi ini lebih jelas dipertajam dengan bergantinya nama
organisasi ini menjadi Perhimpunan Indonesia..
. Yang perlu kita catat dalam sejarah kemahasiswaan periode ini adalah
ketika insiatif beberapa mahasiswa pada tahun 1908 tersebut telah memunculkan
sebuah momentum bersejarah yang diperingati setiap tahun sebagai hari
kebangkitan nasional yang jatuh pada saat Boedi Oetomo didirikan. Momentum
inilah yang telah menjadi batu loncatan awal bagi setiap pergerakan bangsa di
tahun - tahun berikutnya.
Sejarah berlanjut pada
periode berikutnya di tahun 1928. Pada awalnya, mahasiswa di Surabaya yang
bernama Soetomo pada tanggal 19 oktober 1924 mendirikan Kelompok Studi
Indonesia (Indonesische Studie-club). Di tempat yang berbeda, oleh Soekarno dan
kawan - kawannya dari Sekoleah Tinggi Teknik (ITB) di Bandung beriniisiatif
untuk mendirikan Kelompok Studi Umum (Algemeene Studi Club) pada tanggal 11
Juli 1925. Pembentukan kedua kelompok diskusi ini merupakan bentuk kekecewaan
mereka terhadap perkembangan pergerakan politik mahasiswa yang semakin tumpul
pada masa itu.
Kemudian pada tahun 1926,
terbentuklah organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang merupakan
organisasi yang berusaha untuk menghimpun seluruh mahasiswa di Indonesia dan
lebih menyuarakan yang namanya wawasan kebangsaan dalam diri mahasiswa. Hal
tersebut lah yang kemudian mereka realisasikan dengan menyelenggarakan sebuah
kongres paling bersejarah dalam dunia kepemudaan mahasiswa di tanah air. Yaitu
Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928 yang
kemudian menghasilkan sumpah pemuda yang sangat bersejarah tersebut.
Pada tahun 1945 ini
merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia, peran
pemuda mahasiswa juga tidak lepas dan terlihat sangat vital dalam mewujudkan
suatu misi besar bangsa Indonesia pada saat itu yaitu melepaskan diri dari
belenggu pejajahan atau merebut kemerdekaan. Kondisi pergerakan mahasiswa pada
saat itu tidak semudah pada periode - perode sebelumnya. Secara umum kondisi
pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih
represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan
pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik, dan hal ini ditindak
lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk
partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang
mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan. Dan secara praktis, akhirnya
mahasiswa - mahasiswa pada saat itu mulai menurunkan intensitas pergerakannya
dan lebih mengerucutkannya dalam bentuk kelompok diskusi.
Yang berbeda pada masa
tersebut adalah, mahasiswa - mahasiswa pada waktu itu lebih memilih untuk
menjadikan asrama mereka sebagai markas pergerakan. Dimana terdapat 3 asrama
yang terkenal dalam mencetak tokoh - tokoh yang sangat berpengaruh dalam
sejarah, yaitu asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Melalui
diskusi di asrama inilah kemudian lahir tokoh - tokoh yang nantinya bakal
menjadi motor penggerak penting munculnya kemerdekaan bangsa Indonesia. Tokoh -
tokoh tersebut secara radikal dan melalui pergerakan bawah tanah melakukan
desakan kepada Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
setelah melalui radio mereka mendengar bahwa telah terjadi insiden bom atom di
Jepang, dan mereka berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk mendeklarasikan
kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa - mahasiswa yang terdiri dari Soekarni dan
Chairul Saleh inilah yang akhirnya terpaksa menculik tokoh proklamator tersebut
sampai ke Rengasdengklok agar lebih memberikan tekanan kepada mereka untuk
lebih cepat dalam memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa inilah yang kemudian
tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Pada masa setelah kemerdekaan, mulai bermunculan secara bersamaan
organisasi - organisasi mahasiswa di berbagai kampus. Berawal dari munculnya
organisasi mahasiswa yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa di Sekolah Tinggi
Islam (STI) di Yogyakarta, yang dimotori oleh Lafran Pane dengan mendirikan
organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947.
Organisasi ini dibentuk sebagai wadah pergerakan mahasiswa yang dilatarbelakangi
oleh 4 faktor utama yang meliputi Situasi Dunia Internasional, Situasi NKRI,
Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia, Kondisi Perguruan Tinggi dan
Dunia Kemahasiswaan.
Selain itu pada tahun yang sama, dibentuk pulalah Perserikatan
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang didirikan melalui kongres mahasiswa
di Malang. Lalu pada waktu yang berikutnya didirikan juga organisasi -
organisasi mahasiswa yang lain seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI) yang berhaluan pada ideologi Marhaenisme Soekarno, Gerakan Mahasiswa
Sosialis Indonesia (GAMSOS) yang lebih cenderung ke ideologi Sosialisme
Marxist, dan Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang lebih
berpandangan komunisme sehingga cenderung lebih dekat dengan PKI (Partai Komunis
Indonesia).Sebagai imbas daripada kemenangan PKI pada pemilu tahun 1955,
organisasi CGMI cenderung lebih menonjol dibandingkan dengan organisasi -
organisasi mahasiswa lainnya.
Namun justru hal inilah yang
menjadi cikal bakal perpecahan pergerakan mahasiswa pada saat itu yang
disebabkan karena adanya kecenderungan CGMI terhadap PKI yang tentu saja
dipenuhi oleh kepentingan - kepentingan politik PKI. Secara frontal CGMI
menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi - organisasi mahasiswa
lainnya terutama dengan organisasi HMI yang lebih berazazkan Islam. Berbagai
bentuk propaganda politik pencitraan negatif terus dibombardir oleh CGMI dan
PKI kepada HMI, beberapa bentuk propaganda yang mereka wujudkan yaitu salah
satunya melalui artikel surat kabar yang berjudul Quo Vadis HMI. Perseturuan
antara CGMI dan HMI semakin memanas ketika CGMI berhasil merebut beberapa
jabatan di organisasi PPMI dan juga GMNI, terlebih setelah diadakannya kongres mahasiswa
V tahun 1961.
Atas beberapa serangan yang
terus menerus dilakukan oleh pihak PKI dan CGMI terhadap beberapa organisasi
mahasiswa yang secara ideologi bertentangan dengan mereka, akhirnya beberapa
organisasi mahasiswa yang terdiri dari HMI, GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia), PMKRI, PMII, Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal
(SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI),
mereka sepakat untuk membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dimana
tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan
perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Berawal dari semangat
kolektifitas mahasiswa secara nasional inilah perjuangan mahasiswa yang dikenal
sebagai gerakan angkatan '66 inilah yang kemudian mulai melakukan penentangan
terhadap PKI dan ideologi komunisnya yang mereka anggap sebagai bahaya laten
negara dan harus segera dibasmi dari bumi nusantara. Namun sayangnya, di tengah
semangat idealisme mahasiswa pada saat itu ada saja godaan datang kepada mereka
yang pada akhirnya melunturkan idealisme perjuangan mereka, dimana setelah masa
orde lama berakhir, mereka yang dulunya berjuang untuk menruntuhkan PKI
mendapatkan hadiah oleh pemerintah yang sedang berkuasa dengan disediakan kursi
MPR dan DPR serta diangkat menjadi pejabat pemerintahan oleh penguasa orde
baru.
Namun di tengah gelombang peruntuhan idealime mahasiswa tersebut,
ternyata ada sesosok mahasiswa yang sangat dikenal idealimenya hingga saat ini
dan sampai sekarang tetap menjadi panutan para aktivis - aktivis mahasiswa di
Indonesia, yaitu Soe Hok Gie. Ada seuntai kalimat inspiratif yang dituturkan
oleh Soe Hok Gie yang sampai sekarang menjadi inspirasi perjuangan mahasiswa di
Indonesia, secara lantang ia mengatakan kepada kawan - kawan seperjuangannya
yang telah berbelok idealimenya dengan kalimat "lebih baik terasingkan
daripada hidup dalam kemunafikan".
Tahun 1974, pada masa ini sangat berbeda sekali dengan periode
sebelumnya di tahun 1966, dimana pada masa pergerakan mahasiswa tahun 1966
mahasiswa melakukan afiliasi dengan pihak militer dalam menumpas PKI. Pada
periode 1974 ini, mahasiswa justru berkonfrontasi dengan pihak militer yang
mereka anggap telah menjadi alat penindas bagi rakyat. Gelombang perlawanan
bermula sejak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dianggap
meneyengsarakan rakyat. Selain itu, isu pemberantasan korupsi juga dengan
lantang digalakkan oleh mahasiswa yang mendesak agar pemerintah lebih tegas
dalam menjerat koruptor yang terdiri dari pejabat - pejabat pemerintahan saat
itu.
Melalui pergerakan inilah
muncul suatu gerakan yang disebut "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori
oleh Arif Budiman dan Hariman Siregar yang menyuarakan isu korupsi dan kenaikan
BBM. Menyusul pergerakan mahasiswa yang terus meluas, secara inisisatif
mahasiswa membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo.
Namun ketika kebusukan - kebusukan rezim pemerintahan orde baru terus mencuat
di permukaan, dengan serta merta pemerintah melakukan berbagai rekayasa politik
guna meredam protes massa dan mempertahankan status quo, terlebih menjelang
pemilu tahun 1971.
Namun hal tersebut tidak
juga berhasil dalam meredam gelombang protes mahasiswa, secara bersama - sama,
masyarakat dan mahasiswa terus melancarkan sikap ketidakpercayan mereka
terhadap 9 partai politik dan Golongan Karya yang selama ini menjadi wadah
aspirasi politik mereka dengan munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada
tanggal 28 Mei 1971. Dimana gerakan ini dimotori oleh Adnan Buyung Nasution,
Asmara Nababan, dan Arif Budiman. Selain itu mahasiswa juga melancarkan kritik
kepada pemerintah yang telah melakukan pemborosan anggaran negara dengan
melakukan beberapa proyek eksklusif yang dinilai tidak perlu untuk pembangunan.
Salah satunya adalah dengan mendirikan Taman Mini Indonesia Indah, yang
sebenarnya proyek - proyek tersebut dijadikan alasan bagi Indonesia untuk terus
- menerus menyerap hutang terhadap pihak luar negeri.
Gelombang Protes semakin
meledak ketika harga barang kebutuhan semakin melambung dan budaya korupsi di
kalangan pejabat pemerintah semakin menular, gelombang protes inilah yang
memunculkan suatu gerakan yang dikenal dengan nama peristiwa Malari pada tahun
1974 yang dimotori oleh Hariman Siregar. Melalui gerakan tersebut lahirlah
Tritura Baru selain daripada 2 tuntutan yaitu Bubarkan Asisten Pribadi dan
Turunkan Harga.
Dan ada tahun 1998 dimulai
ketika pada saat 20 mahasiswa UI yang mendatangi gedung MPR/DPR RI denga tegas
menolak pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan melalui sidang umum
MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional kepada MPR. Seruan “Turunkan
Suharto!” pertama kali terdengar pada 1977. Saat itu, aksi mahasiswa tidak lagi
berporos di Jakarta, namun meluas hingga kampus-kampus di Bandung dan Surabaya.
Berbagai aksi ini selalu berhasil digagalkan hingga 1998. Gerakan mahasiswa
pada 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme). Lewat pendudukan gedung DPR/MPR, ribuan mahasiswa memaksa Presiden
Soeharto melepaskan jabatannya. Dari Jakarta, unjuk rasa juga meluas di
berbagai daerah, dan tak jarang diwarnai bentrokan. Di Yogyakarta misalnya,
bentrokan mahasiswa dan apparat terjadi di Gejayan pada 8 Mei 1998. Seorang
mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD) bernama Moses Gatutkaca meninggal
dunia dalam peristiwa itu.
Kondisi Indonesia semakin
tegang sejak harga BBM melonjak naik hingga 71% yang ditandai dengan beberapa
kerusuhan yang terjadi di Medan yang setidaknya telah memakan 6 korban jiwa.
Kegaduhan berlanjut pada tanggal 7 Mei dan 8 Mei. Yaitu peristiwa
cimanggis,dimana pada saat itu telah terjadi bentrokan antara mahasiswa dan
aparat keamanan di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang
mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di
antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera
akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata, Kemudian
peristiwa Gejayan di Yogyakarta yang telah merenggut nyawa 1 orang mahasiswa.
Hal tersebut tentu saja
makin membuat panas situasi antara mahasiswa dan pemerintah, terutama terhadap
militer yang mereka anggap telah berbuat semena-mena terhadap mahasiswa yang
berdemonstrasi. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa pun
akhirnya semakin merebak dan meluas. Di Jakarta sendiri, ribuan mahasiswa telah
berhasil menduduki gedung MPR/DPR RI pada tanggal 19 Mei 1998. Atas berbagai
tekanan yang terjadi itulah akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00,
presiden RI pada saat itu, yaitu Soeharto resmi mengundurkan diri, dan kemudian
menyerahkan jabatannya ke wakil presidennya yaitu Prof.BJ Habibie.
Namun hal tersebut tidak
serta merta membuat masyarakat puas, karena mereka masih menganggap bahwa
Habibie merupakan antek orde baru. Peristiwa terus berlanjut hingga menjelang
akhir tahun, yaitu ketika sidang istimewa MPR digelar pada bulan November.
Mahasiswa terus melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Habibie yang masih
mereka anggap sebagai regenerasi Orde Baru, dan menyatakan sikap
ketidakpercayaan terhadap anggota MPR/DPR RI yang masih berbau orde baru.
Selain itu mereka juga mendesak agar militer dibersihkan dari kegiatan politik
dan menentang dwifungsi ABRI.
Sepanjang diadakannya Sidang
Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan
demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia
internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat
diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul.
Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari
pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang
tidak menghendaki aksi mahasiswa.
Aksi perlawanan terus
bergejolak dan ketika itulah tragedi ini bermula. Yaitu ketika beberapa aksi
mahasiswa tersebut dihadang oleh pihak militer yang bersenjata api lengkap
dengan kendaraan lapis baja mereka. Usaha militer untuk membubarkan mahasiswa
telah mengakibatkan bentrok yang cukup hebat, usaha tersebut diwarnai dengan
beberapa tembakan senjata yang dilakukan oleh aparat terhadap mahasiswa secara
membabi buta guna membubarkan massa. Alhasil, Tindakan membabi buta yang
dilakukan pihak militer pada saat itu telah menyebabkan 17 orang meninggal
dunia, dan ratuan lainnya luka berat. Korban meninggal dan luka-luka tidak
hanya memakan nyawa mahasiswa saja, mulai dari tim relawan kemanusiaan,
wartawan, dan masyarakat juga ikut menjadi korban, termasuk anak kecil yang
masih berusia 6 tahun tewas tertembak peluru nyasar.
Peristiwa reformasi inilah
yang kemudian menjadi catatan kelam negeri ini, yang telah menumpahkan darah
mereka-mereka yang ingin berjuang untuk negeri. Yang juga menjadi titik
pencerahan baru bagi perubahan Indonesia di masa selanjutnya. Dimana kebebasan
dalam menyampaikan aspirasi dan kebebasan pers yang sebelumnya tidak dijumpai
pada masa orde baru kembali diperoleh oleh masyarakat di negeri ini. Namun, ada
1 agenda reformasi yang sampai sekarang belum bisa terwujudkan yaitu
pemberantasan korupsi yang hingga kini masih menjadi wabah berbahaya bagi
stabilitas negara.
Mahasiswa Sebagai Penancap
Tombak Peradaban bangsa ini semakin mengalami perubahan adalah tak lain karena
ada peran pemuda mahasiswa di dalamnya. Catatan sejarah tersebut setidaknya
telah menjadi bukti bahwa mahasiswa selalu menempatkan diri dalam setiap
perubahan historik dan patriotik di negeri ini. Mengapa Harus Mahasiswa???
Berdasarkan karakterisitik alamiahnya, pemuda mahasiswa memiliki keunggulan
tersendiri dibandingkan elemen - elemen masyarakat lainnya.
Sebagai seorang yang
memiliki jiwa muda, mahasiswa merupakan sesosok figur yang bisa dikatakan
memiliki karakter yang masih memiliki idealisme yang tinggi dalam berjuang,
mereka tidak segan - segan untuk menyuarakan kekesalan dan kritik mereka
terhadap siapapun yang mereka anggap menyimpang dari kondisi ideal. Mahasiswa
merupakan sosok insan akademis yang sedang menjalankan aktifitas pendidikan
yang terbilang tinggi sehingga mereka beranggapan bahwa ilmu yang mereka
dapatkan merupakan sebuah senjata pamungkas untuk mengabdikan diri ke
masyarakat.
Mahasiswa juga dikenal
kreatif dalam membangun ilmu yang didapatkannya serta mengaplikasikannya ke
masyarakat karena secara biologis pemuda masih memiliki kondisi yang fresh
untuk berpikir dan bertindak secara fisik. Mahasiswa sebagai pemuda juga
memiliki keingintahuan dan sikap kritis yang tinggi terhadap kondisi di
sekitarnya, dan dengan modal intelektualitas yang ia punya ia senantiasa mampu
untuk memperjuangkan kondisi sosial yang dilihatnya agar menjadi lebih ideal
dan dinamis.
Mungkin hal - hal inilah
yang menjadi faktor utama mengapa pemuda mahasiswa yang selalu menjadi aktor
peradaban dan tulang punggung perjuangan bangsa dalam membangun peradabanya,
bahkan seorang Soekarno juga mengakui kemampuan yang dimiliki pemuda mahasiswa
tersebut melalui statementnya "berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku
guncang dunia". Dan memang begitu lah kenyataannya dan fakta yang tidak
bisa ditolak oleh siapapun perihal tinta emas yang telah digoreskan oleh pemuda
mahasiswa dimanapun dia berada.
Mungkin sejarah gerakan
mahasiswa ini layaknyalah kita jadikan sebagai bahan refleksi kita semua
khususnya yang sekarang menjadi seorang mahasiswa bahwa inilah sebenarnya peran
dan tanggung jawab kita sebagai pemuda mahasiswa yang telah ditunjukkan oleh
para pendahulu kita yang sudah terlebih dahulu menancapkan tombak perubahannya
di negeri ini. Lantas kita yang seharusnya melanjutkan perjuangan mereka harus
bagaimana???
Apakah sejarah ini layak
kita sia-siakan dengan keapatisan kita selama ini??
Sudah saatnya pemuda mahasiswa saat ini mulai bangun dari tidur panjangnya,
mana semangat pemuda mahasiswa tahun 1908, 1928, 1945, 1966, sampai 1998 yang
sempat mengguncang Indonesia tersebut???
mari kita renungkan sama-sama dan kita ciptakan sejarah kita yang nantinya
bakal menjadi tinta emas peradaban bangsa kita yang semakin terpuruk ini.
Komentar
Posting Komentar