Langsung ke konten utama

KAMPUS JUARA FAKULTAS DAHSYAT

 Oleh : Kawan Anak HMI (Kahmi)

 

 

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Pendidikan umumnya di bagi menjadi pendidikan pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas hingga ke perguruan tinggi, Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang atas pendidikan,


    Bahkan di Indonesia sendiri seperti terdapat di dalam alinea alinea UUD mengatakan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam alinea tersebut terdapat kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa, yang sama sama kita ketahui maksud umum nya adalah pendidikan.


    Tapi pada kenyataannya Pendidikan di indonesi belum maksimal, sehingga memungkinkan Indonesia kekurangan Sumber Daya Manusia untuk mengolah Sumber Daya Alam yang kaya Melimpah ruah. Sekarang saya tidak membahas melebar kepada tingkat TK - SMA, saya ingin membahas mengenai hal hal yang sudah terjadi di duni kampus, saya merasa dunia kampus hari ini sudah tidak efektif sebagai tempat pembelajaran pada umum nya, saya hanya berpikir bahwa kampus hanya menjadikan kita bodoh, dengan segala rekayasa sosial yang diciptakan. Bagaimana tidak? Hari ini kita melihat banyak dari sebagian Civitas academica, yang tidak kompeten serta tidak sesusai kapasitas dan kapabilitas layak nya seorang dosen tapi menjadi dosen, dosen dosen di kampus hari ini hanya memperhatikan hal-hal mendasar, mereka hanya memperhatikan cara berpakaian, penampilan, gaya rambut, dan lain sebagainya.

    Dosen dosen hari ini hanya mementingkan kepentingan pribadi, dan mengenyampingkan kewajibannya sebagai tenaga pengajar, bagaimana tidak? Ketika dosen telat, ia santai saja dan dengan mudah meminta maaf, tapi ketika mahasiswa telat, ia tidak perduli dengan segala alasan yang dilontarkan mahasiswa, bagaimana ketika seorang dosen tidak bisa hadir, dengan mudah nya ia meminta untuk ganti jadwal, apabila mahasiswa tidak mau, dosen mengancam dengan melontarkan kata kata "Saya yang jadi dosen, jika tidak mau mengikuti kelas saya, silahkan keluar" apakah begitu kode etik yang di ajarkan seorang dosen? Bahkan ketika dosen sedang emosi karna masalah pribadinya, ia melemparkan dengan mencari cari kesalahan mahasiswa nya, lantas begitukah jiwa profesionalitas yang di ajarkan dosen kepada mahasiswa? 


    Belum lagi masalah kewajiban kewajiban oleh dosen yang membuat kampus sebagai lahan untuk mencari Uang, dengan ia mewajibkan seluruh mahasiswa nya untuk membeli buku yang ia tulis ataupun dititipkan dengan dalih nantinya akan menjadi referensi tugas tugas.

Tapi ketika sudah diberikan tugas, isi buku tersebut tidak sesuai untuk menjadi sebuah referensi,


    Hari ini kita mahasiswa di hadapkan langsung dengan Tugas tugas tanpa penjelasan daripada dosen dosen yang merasa dirinya adalah tuhan, dan harus senantiasa di hormati, tapi pada kenyataannya yang kita ketahui bahwasanya guru di guguh dan ditiru.

Apabila mahasiswa yang ditemuinya sering terlambat, sering malas untuk belajar, dan tidak tau akan kode etik, mungkin dosen dosen harus memperhatikan bahwasanya ini adalah represantasi dari diri nya masing-masing.


    Mahasiswa selalu diminta untuk ber etika, sopan dan santun, tapi apakah standarisasi sopan yang kita miliki sama? Atau berbeda? Mungkin saat ini cara berpakaian seorang mahasiswa tidak rapi dan tidak sopan menurut dosen, tapi mahasiswa merasa itu adalag caranya yang paling sopan dalam berpakaian, lantas bagaimana standarisasi sopan yang dimiliki dosen?


    Jika setiap dosen memiliki standarisasi sopan, mungkin setiap mahasiswa akan mengikuti dan melaksanakan setiap standarisasi sopan, tapi pertanyaan nya, apakah setiap dosen mampu menerima standarisasi sopan oleh mahasiswa nya?

Kembali kita bahas kepada sebuah sistem pendidikan di negri antah brantah saat ini, terkhusus kepada sebuah kampus hijau yang katanya juara. Kepada sebuah fakultas yang katanya dahsyat, sehingga menjadi suatu kesatuan dahsyatnya juara

Juara dimana? Mungkin juara di bangku para birokrasi kampus dan para pegawainya dengan kebebasan yang dahsyat.


    Pendidikan yang dibutuhkan mahasiswa hari ini adalah pendidikan karakter, bagaimana nantinya ketika mahasiswa saat ini menjadi penerus tali estafet pendidikan yang sudah di bentuk, apakah harus meniru dosennya saat ini? Yang hanya bisa memberikan tugas membuat makalah, kemudian presentase, tanpa dijelaskan dan diluruskan oleh dosen. Apakah hanya memberikan sebuah power point yang isinya penjelasan penjelasan yang tidak masuk di akal, atau hanya sebuah absen di grup whatsapp dan memberikan pernyataan " apabila ada yg kurang jelas silahkan bertanya"


    Bertanya tentang apa? Apa hal hal yang harus kami tanyakan tanpa ada nya penjelasan?

Beginikah kapasitas seorang dosen di fakultas yang dahsyat? Beginikah kampus juara dalam menyaring dosen dosennya?


    Jika dosennya saja tidak mampu dalam mengajar dan mendidik, bagaimana mungkin mahasiswa nya mampu mengharumkan kampus juara? Mengharumkan fakultas yang katanya dahsyat? Apakah kita akan menjadi generasi pasrah? Bahkan Dalam waktu 10 abad, tidak satupun temuan  dibuat untuk mengangkat martabat atau meningktkan kebahagiaan manusia. Tidak satupun gagasan ditambakan kedalam sistem-sistem spekulasi kuno, dan angkatan demi angkatan murid yang penyabar nantinya menjadi guru-guru dogmatik yang mengajari generasi pasrah berikutnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teropong Kader HMI: Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Teropong Kader HMI: Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Oleh : Ajeng Febrian Surbakti      Sebagai mahasiswa itu sendiri, kampus adalah rumah kedua kita, tempat kita menimba ilmu dan membentuk mimpi-mimpi yang lama kita bangun. Namun, bayang-bayang kekerasan seksual yang mencuat di UINSU baru-baru ini merobek rasa aman yang seharusnya kita rasakan. Sebagai kader (Himpunan Mahasiswa Islam) HMI, sepatutnya kita tidak bisa tinggal diam. Dalam tulisan ini saya, Ajeng Febrian Surbakti ingin mengulas sedikit lewat teropong kader HMI. Perlu diketahui benang kusut permasalahan ini merupakan tanggung jawab moral kita bersama, bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari gerakan mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.      Dari sudut pandang mahasiswa, salah satu akar masalah yang paling terasa adalah kurangnya ruang aman dan mekanisme pelaporan yang efektif. D...

HMI ANTARA KEKUASAAN INTELEKTUAL ATAU DEGRADASI INTEGRITAS

HMI ANTARA KEKUASAAN INTELEKTUAL ATAU DEGRADASI INTEGRITAS Oleh: Rizky Nanda Pratama Sebelum kita melangkah lebih jauh dalam pembahasan ini, ada baiknya kita menilik kembali sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Apa sebenarnya HMI? Mengapa organisasi ini didirikan, dan apa alasan keberadaannya masih dipertahankan hingga kini? Memahami sejarah dan tujuan HMI sangat penting agar setiap kader dapat menyerap pesan yang terkandung di dalamnya. Tanpa pemahaman yang utuh, ada risiko bahwa kader tidak akan terlibat aktif dalam perjuangan untuk mewujudkan misi HMI. Dampaknya bisa beragam: misi yang berbunyi “terbinanya insan akademik, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala” dapat dianggap sebagai sekadar susunan kata tanpa makna, bahkan dapat dianggap sepele sehingga tidak layak untuk diperjuangkan. Oleh karena itu, memahami HMI secara menyeluruh, termasuk motivasi di balik pendirian...
  Curhatan Mahasiswa Tentang Kuliah Daring Selama Pandemi Oleh : Desi Rambe      Banyak sekali suka duka yang dialami mahasiswa pada saat ini dalam kegiatan kuliah daring selama pandemi. Kuliah daring tentunya berdampak secara langsung civitas akademika kampus, baik itu tenaga pendidik, tenaga kepegawaian, hingga mahasiswa. Mahasiswa merasakan campur aduk antara senang dan sedih dengan keputusan kuliah daring sampai saat ini. Mahasiswa mengaku sedih karena banyaknya kendala dan perkuliahan yang tidak semaksimal kuliah tatap muka, mulai dari kendala jaringan dan lain sebagainya. Dan senangnya kuliah daring karena tidak dipaksakan masuk ke kampus saat kondisi belum membaik sepenuhnya.      Mahasiswa stambuk 2020 yang tidak pernah sama sekali merasakan kegiatan perkuliahan secara tatap muka langsung dengan dosen masih berharap agar bisa dilakukan kegiatan perkuliahan ini secara offline . Banyak haluan yang timbul di benak mahasiswa sewaktu menjadi mahasis...