TULISAN MANIS, DARI MANUSIA APATIS.
Kalau tuan dan puan berjalan sekitar
300m dari pengkalan danau, sambil menikmati malam dengan hiruk pikuk pedesan
serta lampu mini yang ikut menelusuri jalan. Tuan dan puan akan melihat rumah
kecil dengan atap minimalis yang terbuka di ujung sana. Rumah yang sengaja
disediakan penduduk desa untuk mereka-mereka yang ingin menikmati malam dengan
bintang sebagai pelengkap pikiran dalam merenungi hidup.
Dari atas sana, tuan dan puan bisa
melihat bintang-bintang berdempetan dengan sedikit dingin yang menusuk bagian
terluar dari kulit manusia.
Saat berada disana juga, aku mencoba
untuk mendapati tempat ternyaman dalam merenung. Kata orang, tempat indah dapat
memunculkan ribuan ide cemerlang yang bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Lagi dan lagi, selain membuang waktu
saat bercengkrama dengan malam. Ada beberapa pikiran yang kalau diteruskan akan
membuat kita yang tak mengerti terus memikirkannya. Contohnya seperti, “ayam
atau telur duluan?” atau “mengapa tangan dinamakan tangan? Mengapa tidak
dinamai kaki? Dan lain sebagainya”
Proses berpikir yang menurutku lebih
membahagiakan dari pada harus membuang waktu dalam sedih dan keterpurukan
hidup. Yang ternyata, setelah dalam-dalam dipikirkan.. obat dari pahitnya hidup
adalah terus dijalani. Ntah harus merangkak yang bawahnya banyak krikil tajam,
atau harus jalan jongkok yang di atasnya banyak tali temali yang menguntai,
atau harus sepelan mungkin berjalan yang kalau dibandingkan dengan seekor
kura-kura.. perjalanan hidup yang kita jalani lebih lambat dari hewan tersebut.
Berbicara tentang seekor kura-kura,
masih ingatkan tuan dan puan tentang cerita animasi yang mengisahkan antara
sang kelinci dan seekor kura-kura? Tentang kelinci yang melangit dengan
mengatakan bahwa ia tak akan bisa terkalahkan, apalagi dengan seekor kura-kura.
Hewan lamban yang memiliki banyak tumpuan di atas pundaknya. Yang jikalau
diibaratkan dengan manusia, tumpuan berat yang dimiliki seekor kura-kura sama
beratnya dengan beban hidup dari tiap-tiap kita. yang membedakan hanya
bagaimana cara kita menempatkan tumpuan beban tersebut.
Sedangkan sang kelinci, adalah
perumpaan mereka-mereka yang merasa jauh di atas manusia lainnya. Yang merasa
paling mampu bertahan dan menang dalam semua situasi di bumi. Terkadang, cerita-cerita
kecil mampu membuka cakrawala berpikir setiap manusia. banyak sekali hal-hal
yang bisa kita petik dan kita sajikan sebagai tunjangan di hidup dalam versi
paling sederhana.
Yang kalau dikisahkan lagi, seekor
kura-kura adalah perumpaan untuk orang-orang yang tetap maju walau dibelakangi,
dan sang kelinci tetaplah menjadi dia yang merasa paling maju di antara
teman-temannya. Jadi? Ingin menjadi sifat yang seperti apa? Sifat sang kelinci
atau sang kura-kura?
Selepas berpikir keras tentang ingin
menjadi sifat yang seperti apa di kedepan hari.. tak sadar, seorang lelaki tua
membangunkanku dari lamunan malam ini. “nak, ini teh hangatnya. Selamat di
nikmati”.
Sangat menginspirasi 💞
BalasHapus