Langsung ke konten utama

Paradigma Masyarakat : Perempuan Sebagai Korban Pelecehan Seksual

Paradigma Masyarakat : Perempuan Sebagai Korban Pelecehan Seksual

Oleh : Syarifah A'ini

Saat ini, banyak kasus ketidaksetaraan gender yang terjadi pada masyarakat. Salah satu bentuk ketidaksetaraan gender ialah pelecehan seksual yang diperlakukan ditempat umum. Pelecehan seksual selalu terjadi dimana-mana, kapan saja, dan oleh siapa saja. Pelecehan seksual terhadap perempuan secara publik merupakan tindakan yang tidak diinginkan dan dilakukan secara keterpaksaan. Perlakuan ini termasuk seperti ejekan verbal, sentuhan yang tidak pantas, atau bahkan perlakuan pemerkosaan secara paksa. Perempuan kerap kali menjadi objek ataupun subjek pelecehan seksual tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat yang telah menanamkan stigma-stigma tentang perempuan yang mendapatkan perlakuan pelecahan seksual ialah perempuan yang lemah. Selain itu, pandangan patriarki yang masih menganggap perempuan sebagai objek seksual. Ketika terjadi pelecehan seksual terhadap perempuan diranah publik, ada sebagian masyarakat yang perduli akan pelecehan tersebut dan ada juga masyarakat yang tidak perduli akan pelecahan seksual tersebut. Kurangnya kesadaran akan pentingnya menghormati batasan pribadi dan kurangnya Pendidikan seksualitas komprehensif juga menjadi factor memicu pelecehan seksual.

Di Indonesia sendiri, pelecehan seksual terhadap perempuan sudah menjadi hal yang lumrah terjadi baik yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekolompok orang. Terjadinya pelecehan seksual terhadap perempuan tersebut disebabkan karena beberapa faktor. Banyak masyarakat yang cenderung menyalahkan korban (perempuan) sebagai penyebab terjadinya pelecehan seksual itu, karena saat ini yang tertanam dalam paradigma masyarakat ialah pakaian terbukalah yang dapat memancing pelaku untuk melakukan aksi pelecehan seksual atau kekerasan seksual. Berhenti menanamkan stigma-stigma seperti itu, karena jika dilihat dari kejadian-kejadian yang sering terjadi banyak juga perempuan yang menggunakan pakaian tertutup juga merupakan salah satu korban pelecehan seksual.

Sebagai masyarakat umum yang berada di sekitaran umum sudah menjadi kewajiban kita dalam membela terjadinya perlakuan pelecehan seksual. Jika terjadi pelecehan seksual secara publik pada perempuan, kita sebagai korban sudah seharusnya berani menegur, membela dan speak up atas apa yang telah dilakukan oleh sang pelaku. Jangan menunggu diberi pembelaan oleh masyarakat lainnya.

Tidak ada satu orang pun di dunia ini pantas untuk dilecehkan. Baik laki-laki ataupun perempuan tidak ada yang ingin dilecehkan. Pelecehan seksual dengan alasan apa pun tidak bisa dibenarkan dan itu bukan salah korban. Hilangkan stigma-stigma negatif yang selalu menyalahkan korban dan menganggap perempuan itu lemah saat diberikan perlakuan pelecehan seksual.

Untuk mengatasi masalah pelecehan seksual di tempat umum, upaya-upaya pencegahan dan regulasi-regulasi harus tegas diambil. Pertama, pendidikan dan kesadaran harus ditingkatkan di kalangan masyarakat. Pendidikan seksualitas komprehensif juga harus diberikan sejak dini seperti memberikan pemahaman tentang hak-hak perempuan. Selain itu, mengedukasi kesadaran masyarakat tentang perempuan dan menghilangkan stigma terhadap korban pelecehan seksual.

Selain upaya pencegahan, dukungan psikologis juga sangat penting bagi korban pelecehan seksual di tempat umum. Dukungan psikologis dapat membantu korban mengatasi trauma dan gangguan psikologis yang diakibatkan karena perlakuan pelecehan seksual tersebut. Keluarga terdekat juga harus memberikan dukungan sosial dan emosional kepada korban untuk membantu mereka pulih dan mendapatkan kehidupan yang baik lagi untuk mereka.

Dalam kesimpulannya, perempuan sebagai korban pelecehan seksual ditempat umum ialah merupakan isu yang sangat serius dan membutuhkan perhatian. Dampaknya sangatlah besar, baik secara emosional, psikis, dan fisik. Untuk mengatasi masalah tersebut, pendidikan, kesadaran, regulasi-regulasi, dan dukungan psikologis bagi korban harus menjadi perhatian utama. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan masyarakat yang paham akan tentang pelecehan seksual ditempat umum terutama pada perempuan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teropong Kader HMI: Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Teropong Kader HMI: Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Oleh : Ajeng Febrian Surbakti      Sebagai mahasiswa itu sendiri, kampus adalah rumah kedua kita, tempat kita menimba ilmu dan membentuk mimpi-mimpi yang lama kita bangun. Namun, bayang-bayang kekerasan seksual yang mencuat di UINSU baru-baru ini merobek rasa aman yang seharusnya kita rasakan. Sebagai kader (Himpunan Mahasiswa Islam) HMI, sepatutnya kita tidak bisa tinggal diam. Dalam tulisan ini saya, Ajeng Febrian Surbakti ingin mengulas sedikit lewat teropong kader HMI. Perlu diketahui benang kusut permasalahan ini merupakan tanggung jawab moral kita bersama, bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari gerakan mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.      Dari sudut pandang mahasiswa, salah satu akar masalah yang paling terasa adalah kurangnya ruang aman dan mekanisme pelaporan yang efektif. D...

HMI ANTARA KEKUASAAN INTELEKTUAL ATAU DEGRADASI INTEGRITAS

HMI ANTARA KEKUASAAN INTELEKTUAL ATAU DEGRADASI INTEGRITAS Oleh: Rizky Nanda Pratama Sebelum kita melangkah lebih jauh dalam pembahasan ini, ada baiknya kita menilik kembali sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Apa sebenarnya HMI? Mengapa organisasi ini didirikan, dan apa alasan keberadaannya masih dipertahankan hingga kini? Memahami sejarah dan tujuan HMI sangat penting agar setiap kader dapat menyerap pesan yang terkandung di dalamnya. Tanpa pemahaman yang utuh, ada risiko bahwa kader tidak akan terlibat aktif dalam perjuangan untuk mewujudkan misi HMI. Dampaknya bisa beragam: misi yang berbunyi “terbinanya insan akademik, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala” dapat dianggap sebagai sekadar susunan kata tanpa makna, bahkan dapat dianggap sepele sehingga tidak layak untuk diperjuangkan. Oleh karena itu, memahami HMI secara menyeluruh, termasuk motivasi di balik pendirian...
  Curhatan Mahasiswa Tentang Kuliah Daring Selama Pandemi Oleh : Desi Rambe      Banyak sekali suka duka yang dialami mahasiswa pada saat ini dalam kegiatan kuliah daring selama pandemi. Kuliah daring tentunya berdampak secara langsung civitas akademika kampus, baik itu tenaga pendidik, tenaga kepegawaian, hingga mahasiswa. Mahasiswa merasakan campur aduk antara senang dan sedih dengan keputusan kuliah daring sampai saat ini. Mahasiswa mengaku sedih karena banyaknya kendala dan perkuliahan yang tidak semaksimal kuliah tatap muka, mulai dari kendala jaringan dan lain sebagainya. Dan senangnya kuliah daring karena tidak dipaksakan masuk ke kampus saat kondisi belum membaik sepenuhnya.      Mahasiswa stambuk 2020 yang tidak pernah sama sekali merasakan kegiatan perkuliahan secara tatap muka langsung dengan dosen masih berharap agar bisa dilakukan kegiatan perkuliahan ini secara offline . Banyak haluan yang timbul di benak mahasiswa sewaktu menjadi mahasis...