Sebuah Tulisan Serius dari Seorang Perempuan
Oleh : Sarah Fadhila Siregar
“Perempuan
dan laki-laki sama-sama berperan, kita sebagai subjek peradaban.
Kita sama-sama ikut andil dalam
memajukan bangsa ini. Jangan lagi berasumsi bahwa ini
masalah perempuan jadi biarlah
perempuan yang menyelesaikannya.”
Ideologi-ideologi
yang muncul tentang perempuan kerap sekali menyudutkan perempuan. Ideologi
tentang perempuan itu lemah dan isu-isu keperempuanan yang membuat perempuan
akhirnya dikesampingkan. Pandangan yang seperti itu harus diperbaiki agar
perspektif dan perlakuan masyarakat terhadap perempuan juga berubah.
Saat
berbicara tentang perempuan, teringat kita pada sosok perempuan hebat di
Indonesia yaitu Dewi Sartika dan RA Kartini memperjuangan emansipasi hak
perempuan terhadap akses pendidikan. Buah perjuangan mereka dapat kita rasakan
saat ini. Kaum perempuan sekarang punya akses luas terhadap pendidikan, dari
dasar hingga universitas. Ternyata masalah perempuan belum kian selesai,
perempuan masih mengalami kekerasan ataupun pelecehan di dunia pendidikan.
Satu demi satu, gema isu kekerasan seksual di sejumlah kampus menyeruak ke tengah publik.
Mengkhawatirkan, miris, bahkan membuat geram, kasus-kasus
tersebut tak jarang berujung protes yang menuntut ketegasan pihak instituti
pendidikan. Ketimpangan gender masih menjadi hal yang umum, kasus kekerasan
seksual di kampus pun menjadi fenomena yang terus berulang tanpa keseriusan
untuk menyelesaikan kasusnya maupun mencegah kejadian serupa terulang.
Tidak ada satu lembaga pun yang memiliki data akurat tentang
jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus-kampus di Indonesia.
Informasi tentang kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi menyebar secara
sporadis, muncul saat kasus itu menjadi sorotan media, atau mencuat dari
sejumlah testimoni lewat blog-blog pribadi, dengan kerahasiaan yang rapat.
Sebagaimana yang terlihat hanyalah puncak dari gunung es, tak semua korban
kasus pelecehan atau kekerasan seksual di Indonesia berani melaporkan kejadian
yang dialaminya. Dalam kasus di lingkungan perguruan tinggi, tak semua korban
punya kuasa mengumpulkan tekad untuk melaporkan ke pihak kampus, ke polisi, ke
lembaga mitra Komnas Perempuan, atau ke lembaga pendampingan korban kekerasan
seksual.
Korban pelecehan atau kekerasan seksual tidak berani angkat
bicara melaporkan apa yang dirasakannya ke penegak hukum. Apalagi diranah
kampus, dimana ketika perempuan bersuara bahwa dia menjadi korban pelecehan,
alih-alih mereka malah mengekspos korbannya, melontarkan stigma yang membuat
mentalnya semakin down. Dalam hal ini
yang patut di salahkan adalah pelakunya, yang harus dibahas adalah pelakunya.
Inilah alasan mengapa para korban pelecehan bungkam yang harus terpaksa kalah
dalam berbagai situasi. Mengutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang, RA
Kartini “Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang
benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri”. Dapat kita maknai
sikap menjadi bagian penting dan harus diutamakan sebagai makhluk sosial.
Tanamkan empati pada diri, jangan sampai miskin etika dan hilang rasa
kemanusiaan.
Para puan harus menguatkan yang lain agar mau terbuka dengan
masalah yang di alaminya. Jangan sampai kita sesama perempuan saling
menjatuhkan, perempuan hebat adalah yang mampu menguatkan perempuan lain bukan
saling mematahkan. Mari menjadi teman bernarasi untuknya , agar mudah kita mengadvokasikan
masalah ini dengan mencari keadilan, ini harus diusut tuntas kalau tidak, akan
semakin banyak yang menjadi korbannya.
Mencoba menaklukkan
ketakutannya akan hidup, perempuan membiarkan dirinya berperang melawan isi
kepalanya, menyusuri hari dengan perasaan was-was. Mungkin ini yang dinamakan
teriakan paling sunyi dari hati seorang perempuan. Ingin berbicara tetapi tidak
tahu pada siapa, ingin bercerita takut akan dijauhi teman, hanya jeritan lara
beserta isak tangis yang mampu meredam sesaat. Suarakan yang ingin engkau
bicarakan, jangan lagi menjadi perempuan pasrah, kita perempuan bukan makhluk
yang lemah, bagaimana mungkin kesetaraan tercipta jika kita sendiri masih
merasa jenis kelamin kita sebagai sebuah kelemahan. Rasa inferior ini tak jarang
membuat kita terlena dan merasa bahwa kita adalah makhluk yang tak berdaya
dalam melakukan hal-hal yang sebenarnya bisa kita lakukan.
Akar permasalahannya yaitu ketidaksetaraan gender. Seharusnya
fokus dari upaya apapun untuk mengakhiri kekerasan seksual adalah para pelaku,
bukan korban perempuan ataupun calon korban. Jangan lagi lakukan apapun yang
menyudutkan para korban, jangan membuat para korban semakin tertekan karena dia
sudah berani berbicara, maka usut tuntas pelakunya. Puan kalian mulia, bagaimanapun
masalalumu dan bagaimana nanti masa depanmu kalian tetap mulia dan berharga.
Jangan lagi melabeli perempuan, jangan lagi mendiktekan berbagai syarat dan
ketentuan terhadap perempuan.
Menyusul kasus-kasus kekerasan seksual di sejumlah
Universitas yang muncul ke public, kita perlu mendorong semua lembaga
pendidikan tinggi memiliki SOP untuk kekerasan seksual sebagai syarat
akreditasi kampus. Mari kita ambil peran, mari berikan semangat dan motivasi
yang takada habisnya untuk setiap perempuan yang menjadi korban kekerasan
seksual, untuk setiap kalian yang berjuang melawan stigma dan trauma, untuk
setiap perempuan yang selalu mengadvokasikan perempuan-perempuan lain yang
mencari keadilan, mencari bantuan, mencari haknya.
Perempuan
dan laki-laki sama-sama berperan, kita sebagai subjek peradaban. Kita sama-sama
ikut andil dalam memajukan bangsa ini. Jangan lagi berasumsi bahwa “ini masalah
perempuan jadi biarlah perempuan yang menyelesaikannya”. Ayo bersuara. Ayo
berani. Melawan pelecehan harus menjadi kesadaran kita bersama, harus terus di
gaungkan agar kebebasan sadar mereka bisa dilawan oleh orang lain. Mari saling membangun kemitraan, jangan lagi saling salah
menyalahkan. Meski kita perempuan jarang di-empu-kan, terlalu banyak perih yang
kita tanggung. Puan kalian luar biasa, semoga perempuan Indonesia tetap terus
menjadi figur yang kuat. Anda tidak sendirian.
HIDUP MAHASISWA!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!
HIDUP PEREMPUAN INDONESIA!
wanita dpt menggapai kemuliannya dg memuliakn keluarganya terlbih dahulu sblm rumah karirnya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPencerahan untuk kita perempuan Indonesia, semangat teruss kak Sarah!✨
BalasHapus